Ada dua tradisi yang sejak lama berkembang di kalangan masyarakat kota Dumai yaitu tradisi tulisan dan lisan. Salah satu tradisi lisan yang sangat populer di daerah ini adalah cerita-cerita rakyat yang dituturkan secara turun-temurun. Sampai saat ini, Kota Dumai masih menyimpan sejumlah cerita rakyat yang digemari dan memiliki fungsi moral yang amat penting bagi kehidupan masyarakat, misalnya sebagai alat pendidikan, pengajaran moral, hiburan, dan sebagainya. Salah satu cerita rakyat yang masih berkembang di Dumai adalah Legenda Putri Tujuh. Cerita legenda ini mengisahkan tentang asal-mula nama Kota Dumai.
Konon,
pada zaman dahulu kala, di daerah Dumai berdiri sebuah kerajaan bernama
Seri Bunga Tanjung. Kerajaan ini diperintah oleh seorang Ratu yang
bernama Cik Sima. Ratu ini memiliki tujuh orang putri yang elok nan
rupawan, yang dikenal dengan Putri Tujuh. Dari ketujuh putri tersebut,
putri bungsulah yang paling cantik, namanya Mayang Sari. Putri Mayang
Sari memiliki keindahan tubuh yang sangat mempesona, kulitnya lembut
bagai sutra, wajahnya elok berseri bagaikan bulan purnama, bibirnya
merah bagai delima, alisnya bagai semut beriring, rambutnya yang panjang
dan ikal terurai bagai mayang. Karena itu, sang Putri juga dikenal
dengan sebutan Mayang Mengurai.
Pada
suatu hari, ketujuh putri itu sedang mandi di lubuk Sarang Umai. Karena
asyik berendam dan bersendau gurau, ketujuh putri itu tidak menyadari
ada beberapa pasang mata yang sedang mengamati mereka, yang ternyata
adalah Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya yang kebetulan lewat
di daerah itu. Mereka mengamati ketujuh putri tersebut dari balik
semak-semak. Secara diam-diam, sang Pangeran terpesona melihat
kecantikan salah satu putri yang tak lain adalah Putri Mayang Sari.
Tanpa disadari, Pangeran Empang Kuala bergumam lirih, “Gadis cantik di
lubuk Umai....cantik di Umai. Ya, ya.....d‘umai...d‘umai....” Kata-kata
itu terus terucap dalam hati Pangeran Empang Kuala. Rupanya, sang
Pangeran jatuh cinta kepada sang Putri. Karena itu, sang Pangeran
berniat untuk meminangnya.
Beberapa
hari kemudian, sang Pangeran mengirim utusan untuk meminang putri itu
yang diketahuinya bernama Mayang Mengurai. Utusan tersebut mengantarkan
tepak sirih sebagai pinangan adat kebesaran raja kepada Keluarga
Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Pinangan itu pun disambut oleh Ratu Cik
Sima dengan kemuliaan adat yang berlaku di Kerajaan Seri Bunga Tanjung.
Sebagai balasan pinangan Pangeran Empang Kuala, Ratu Cik Sima pun
menjunjung tinggi adat kerajaan yaitu mengisi pinang dan gambir pada
combol paling besar di antara tujuh buah combol yang ada di dalam tepak
itu. Enam buah combol lainnya sengaja tak diisinya, sehingga tetap
kosong. Adat ini melambangkan bahwa putri tertualah yang berhak menerima
pinangan terlebih dahulu.
Mengetahui
pinangan Pangerannya ditolak, utusan tersebut kembali menghadap kepada
sang Pangeran. “Ampun Baginda Raja! Hamba tak ada maksud mengecewakan
Tuan. Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung belum bersedia menerima
pinangan Tuan untuk memperistrikan Putri Mayang Mengurai.” Mendengar
laporan itu, sang Raja pun naik pitam karena rasa malu yang amat sangat.
Sang Pangeran tak lagi peduli dengan adat yang berlaku di negeri Seri
Bunga Tanjung. Amarah yang menguasai hatinya tak bisa dikendalikan lagi.
Sang Pangeran pun segera memerintahkan para panglima dan prajuritnya
untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Maka, pertempuran antara
kedua kerajaan di pinggiran Selat Malaka itu tak dapat dielakkan lagi.
Di
tengah berkecamuknya perang tersebut, Ratu Cik Sima segera melarikan
ketujuh putrinya ke dalam hutan dan menyembunyikan mereka di dalam
sebuah lubang yang beratapkan tanah dan terlindung oleh pepohonan. Tak
lupa pula sang Ratu membekali ketujuh putrinya makanan yang cukup untuk
tiga bulan. Setelah itu, sang Ratu kembali ke kerajaan untuk mengadakan
perlawanan terhadap pasukan Pangeran Empang Kuala. Sudah 3 bulan
berlalu, namun pertempuran antara kedua kerajaan itu tak kunjung usai.
Setelah memasuki bulan keempat, pasukan Ratu Cik Sima semakin terdesak
dan tak berdaya. Akhirnya, Negeri Seri Bunga Tanjung dihancurkan,
rakyatnya banyak yang tewas. Melihat negerinya hancur dan tak berdaya,
Ratu Cik Sima segera meminta bantuan jin yang sedang bertapa di bukit
Hulu Sungai Umai.
Pada
suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala sedang beristirahat di hilir
Umai. Mereka berlindung di bawah pohon-pohon bakau. Namun, menjelang
malam terjadi peristiwa yang sangat mengerikan. Secara tiba-tiba mereka
tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh dan menusuk ke badan para
pasukan Pangeran Empang Kuala. Tak sampai separuh malam, pasukan
Pangeran Empang Kaula dapat dilumpuhkan. Pada saat pasukan Kerajaan
Empang Kuala tak berdaya, datanglah utusan Ratu Cik Sima menghadap
Pangeran Empang Kuala.
Melihat
kedatangan utusan tersebut, sang Pangeran yang masih terduduk lemas
menahan sakit langsung bertanya, “Hai orang Seri Bunga Tanjung, apa
maksud kedatanganmu ini?”. Sang Utusan menjawab, “Hamba datang untuk
menyampaikan pesan Ratu Cik Sima agar Pangeran berkenan menghentikan
peperangan ini. Perbuatan kita ini telah merusakkan bumi sakti rantau
bertuah dan menodai pesisir Seri Bunga Tanjung. Siapa yang datang dengan
niat buruk, malapetaka akan menimpa, sebaliknya siapa yang datang
dengan niat baik ke negeri Seri Bunga Tanjung, akan sejahteralah
hidupnya,” kata utusan Ratu Cik Sima menjelaskan. Mendengar penjelasan
utusan Ratu Cik Sima, sadarlah Pangeran Empang Kuala, bahwa dirinyalah
yang memulai peperangan tersebut. Pangeran langsung memerintahkan
pasukannya agar segera pulang ke Negeri Empang Kuala.
Keesokan
harinya, Ratu Cik Sima bergegas mendatangi tempat persembunyian ketujuh
putrinya di dalam hutan. Alangkah terkejutnya Ratu Cik Sima, karena
ketujuh putrinya sudah dalam keadaan tak bernyawa. Mereka mati karena
haus dan lapar. Ternyata Ratu Cik Sima lupa, kalau bekal yang disediakan
hanya cukup untuk tiga bulan. Sedangkan perang antara Ratu Cik Sima
dengan Pangeran Empang Kuala berlangsung sampai empat bulan.
Akhirnya,
karena tak kuat menahan kesedihan atas kematian ketujuh putrinya, maka
Ratu Cik Sima pun jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia.
Sampai kini, pengorbanan Putri Tujuh itu tetap dikenang dalam sebuah
lirik:
Umbut mari mayang diumbut
Mari diumbut di rumpun buluh
Jemput mari dayang dijemput
Mari dijemput turun bertujuh
Mari diumbut di rumpun buluh
Jemput mari dayang dijemput
Mari dijemput turun bertujuh
Ketujuhnya berkain serong
Ketujuhnya bersubang gading
Ketujuhnya bersanggul sendeng
Ketujuhnya memakai pending
Ketujuhnya bersubang gading
Ketujuhnya bersanggul sendeng
Ketujuhnya memakai pending
Sejak
peristiwa itu, masyarakat Dumai meyakini bahwa nama kota Dumai diambil
dari kata “d‘umai” yang selalu diucapkan Pangeran Empang Kuala ketika
melihat kecantikan Putri Mayang Sari atau Mayang Mengurai. Di Dumai juga
bisa dijumpai situs bersejarah berupa pesanggarahan Putri Tujuh yang
terletak di dalam komplek kilang minyak PT Pertamina Dumai. Selain itu,
ada beberapa nama tempat di kota Dumai yang diabadikan untuk mengenang
peristiwa itu, di antaranya: kilang minyak milik Pertamina Dumai diberi
nama Putri Tujuh; bukit hulu Sungai Umai tempat pertapaan Jin diberi
nama Bukit Jin. Kemudian lirik Tujuh Putri sampai sekarang dijadikan nyanyian pengiring Tari Pulai dan Asyik Mayang bagi para tabib saat mengobati orang sakit.
Disadur dari buku: Legenda Putri Tujuh: Asal Mula Kota Dumai. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan Adicita Karya Nusa, 2005.
3 komentar:
salam kenal,
ijin membaca , dan terimakasih atas segala penjelasannya, bangga jadi anak riau :-) ..
Ini ceritera dari Terengganu tentang 7 putri, manarik untuk diamati dengan kemiripan syair yang tertulis.
RAHSIA DISEBALIK LAGU ULEK MAYANG YANG KITA TIDAK PERNAH TAHU++SEKADAR PERKONGSIAN | Tarian Ulit Mayang sejenis tarian yang berunsurkan pemujaan. Dipercayai telah wujud pada zaman pemerintahan Sultan Umar. Seni budaya ini dianggap sebagai satu khazanah budaya Terengganu yang cuba dipertahankan sehingga kini. Adalah difahamkan tarian ini merupakan satu permainan tradisi masyarakat melayu Terengganu yang tinggal di persisiran pantai negeri Terengganu. Ia juga dikatakan berasal dari Tanah Seberang iaitu Kepulauan Jawa.Ulit atau ulek adalah merujuk kepada berdondang atau mengulit-ngulit yang membawa makna menyeru-nyeru dengan nama memujuk-mujuk supaya kembali semula dan datang semula merujuk kepada makhluk halus.Ditarikan secara beramai-ramai antara 10 hingga 15 orang dalam bentuk bulatan untuk memuja Tuan Puteri Tujuh beradik. Ia biasanya diadakan pada waktu malam.Kampung yang masih giat memperkembangkan kesenian ini ialah Kampung Pasir Panjang, Kuala Terengganu. Persembahan Ulek Mayang ini dimainkan dengan menggunakan Mayang Pinang. Mayang dibangkitkan semangat dan asalnya.Ketika persembahan ini berlangsung pemain-pemain sambil diiringi dengan seloka dan pantun oleh rakan-rakan yang lain. Persembahan ini dimainkan beramai-ramai dengan membuat bulatan dan pemegang duduk di tengah-tengah dan tidak ada muzik yang mengiringi persembahan ini. Biasanya yang mengambil bahagian dalam persembahan ini berumur dalam lingkungan 15 hingga 40 tahun.Persembahan Ulit Mayang yang dimainkan untuk bersuka-suka sahaja, melambangkan suatu pemujaan yang mendalam terhadap Tuan Puteri Tujuh Beradik. Persembahan dimulakan dengan membaca doa dan membangkitkan asal Mayang. Mayang yang digunakan dalam persembahan ini diasap kemenyan dan disapu minyak kelapa terlebih dahulu. Doa dan bangkitan dilakukan untuk memohon perlindungan agar orang yang mengambil bahagian tidak ditimpa apa-apa kemalangan.
Lirik Lagu Ulek Mayang
Ulek mayang ku ulek
Ulek dengan jala jemala
Ulek mayang diulekUlek dengan tuannya puteri
Ulek mayang diulekUlek dengan jala jemala
Ulek mayang diulekUlek dengan puterinya dua
Puteri dua berbaju serong
Puteri dua bersanggol sendeng
Puteri dua bersubang gading
Puteri dua berselendang kuning
Umbok mayang diumbok
Umbok dengan jala jemala
Nok ulek mayang diulek
Ulek dengan puterinya empat
Puteri empat berbaju serong
Puteri empat bersanggol sendeng
Puteri empat bersubang gading
Puteri empat berselendang kuning
Umbok m ayang diumbok
Umbok dengan jala jemalaNok ulek mayang diulek
Ulek dengan puterinya enam
Puteri enam berbaju serong
Puteri enam bersanggol sendeng
Puteri enam bersubang gading
Puteri enam berselendang kuning
Umbok mayang diumbok
Umbok dengan jala jemala
Nok ulek mayang diulek
Ulek dengan puterinya tujuh
Puteri tujuh berbaju serong
Puteri tujuh bersanggol sendeng
Puteri tujuh bersubang gading
Puteri tujuh berselendang kuning
Umbok mayang diumbok
Umbok dengan jala jemala
Nok ulek mayang diulek
Ulek dengan tuannya puteri
Tuan puteri berbaju serong
Tuan puteri bersanggol sendeng
Tuan puteri bersubang gading
Tuan puteri berselen dang kuning
Umbok mayang diumbok
Umbok dengan jala jemala
Nok ulek mayang diulek
Ulek dengan tuannya puteri
Ku tahu asal usul mu
Yang laut balik ke laut
Yang darat balik kedarat
Nasi berwarna hamba sembahkan
Umbok mayang ku umbok
Umbok dengan jala jemala
Pulih mayang ku pulih
Kalo buat kajian tarian Ulek Mayang ini asli dari Terengganu dan dicipta di Terengganu.. tiada kaitan dengan berasal dari Jawa.. itu faktanya.. sejarahnya bermula di Terengganu dan turut terkait dengan pesta puja pantai rakyat Terengganu dan Bukit Puteri di Kuala Terengganu pada zaman sebelum kedatangan Islam dahulu. di Dumai dulu banyak perantau dari Terengganu dan menetap di Dumai..sebab itu pengaruhnya ada..bagaimana perantau dari Kedah di sumatera utara.. Makyong yang berasal dari Patani Kelantan juga ada di Riau dengan versi Riau sendiri.. tak heran Ulek Mayang versi dumai juga ada dengan nama Asyik Mayang.
Posting Komentar